Gak Cuma Ekspor, Ini Dia Bisnis 'Kuncian' PTBA di Masa Depan


pltu-sumsel-8-3_169
 

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen emiten batu bara BUMN, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyatakan kontribusi bisnis batu bara perusahaan terbesar berasal dari penjualan dan ekspor.

Mengacu laporan keuangan per September 2020, pendapatan PTBA sebesar Rp 12,84 triliun, turun dari pendapatan di akhir kuartal III-2019 yang senilai Rp 16,25 triliun.

Dari jumlah itu, pendapatan dari penjualan batu bara mencapai Rp 12,64 triliun.

Sementara itu, kontribusi batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) jumlahnya masih sedikit. Saat ini PTBA baru memiliki 220 mega watt (MW) PLTU mulut tambang di tahun 2021 akan diselesaikan 1.200 MW.


"Ini juga bagian dari hilirisasi ya," ungkap Dirut PTBA Arviyan Arifin dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu, (25/11/2020).

Kemudian dengan adanya proyek gasifikasi batu bara di tahun 2024 atau 2025, maka pendapatan dari Bukit Asam kemungkinan tidak lagi tergantung pada ekspor.

"Paling tidak 30-40% ya 30% pendapatan kita sudah dari produk hilirisasi. Ini masa depan kita," tegasnya.

Ketika produk hilirisasi menjadi masa depan Bukit Asam, ke depan akan dilakukan peralihan. Dengan adanya hilirisasi, PLTU mulut tambang, yang bakal diselesaikan 2021 mendatang dengan kapasitas 1.200 MW, paling tidak dibutuhkan batu bara sebanyak 5 juta ton.

"Buat hilirisasi butuh sekitar 6 juta ton artinya 11 juta ton di mulut tambang sudah dikonversi bentuknya di downstream dalam bentuk listrik dan gas. Ini merupakan tambahan dari pendapatan PTBA karena setiap hilirisasi ada penambahan nilai," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan permintaan batu bara di pasar ekspor saat ini turun akibat pandemi, karena banyak negara yang melakukan lockdown di pelabuhan-pelabuhan. Sehingga Bukit Asam tidak bisa mengirim batu bara ke India dan China.

Lalu industri yang selama ini berjalan baik sebelum adanya pandemi, saat ini berkurang aktivitasnya. Dampaknya pemakaian energi yang berdampak pada konsumsi batu bara sebagai sumber energi primer menjadi berkurang.

"Akibatnya permintaan batu bara di pasar ekspor berkurang dan menyebabkan harga juga tertekan. Kita lihat selama 2020 ini harga batu bara indeks batu bara turun 20-24% nan," paparnya.

Kondisi yang sama juga terjadi di dalam negeri di mana konsumsi listrik dari PLN juga mengalami penurunan karena banyak industri yang mengurangi aktivitas. "Saya punya keyakinan akan kembali normal," paparnya.

Per September 2020, Bukit Asam membukukan penurunan laba bersih mencapai 44,27% secara tahunan (year on year/YoY). Tercatat laba bersih perusahaan akhir September lalu senilai Rp 1,72 triliun, turun dari periode yang sama 2019 sebesar Rp 3,10 triliun.

Penurunan laba bersih ini juga berdampak pada turunnya nilai laba bersih per saham menjadi Rp 155 dari Rp 280.


Editor : Admin

Penulis : Stringer

Editor : Editor1