Bioetanol alternatif bahan bakar bagi roda empat


 

Jakarta – Indonesia tengah mengejar utilisasi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 dan menjadi 31 persen pada 2030.

Pada sektor otomotif, biofuel berupa bioetanol sebagai bahan bakar EBT bisa jadi solusi yang menawarkan banyak benefit.

“Indonesia bisa menghasilkan bioetanol dari berbagai sumber daya alam. Mulai dari bahan yang mengandung gula dari nira tebu, batang sorgum, atau batang sawit,” kata Ahli Proses Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB) Ronny Purwadi, Kamis (5/9).

Ronny mengungkapkan, bahan baku bioethanol bisa dari bahan lain yang mengandung pati seperti singkong, jagung, sagu, dan sorgum. Pada inovasi berikutnya, bioetanol bisa dihasilkan dari tandan kosong sawit, bagase tebu, tongkol jagung, serbuk gergaji, dan jerami padi.

"Inilah biofuel next generation yang kita kenal dengan drop, yang bisa digunakan langsung tanpa harus dicampur. Misalnya biodiesel sekarang 35 persen, naik 55 persen pasti mikir dulu bisa enggak, tapi untuk drop ini langsung digunakan karena bahan bakarnya serupa dengan fosil," paparnya.

Realisasinya saat ini di Indonesia masih campuran dengan kadar lima persen dari molase tebu, yang bisa terus ditingkatkan seperti halnya biodiesel yang berangsur-angsur meningkat dari 20 menjadi saat ini 35 persen.

Hanya saja belum ada perusahaan dedicated yang memproduksi biofuel di Indonesia. Sawit yang potensinya besar, produk turunannya masih berfokus pada bahan makanan dan kosmetik.

"Implementasi bioetanol sebagai bahan bakar akan ada pasar yang berkembang, makin banyak juga pengembangan akan mendorong penelitian atau efisiensi teknologi produksi sehingga bisa lebih murah," ujarnya.

Adapun bahan bakar nabati E5 yang saat ini diniagakan di Jakarta dan Surabaya, diproduksi di fasilitas Pertamina, dari nira sorgum yang difermentasi kemudian dimurnikan.

Sedangkan Ahli Desain Produk Industri ITB Yannes Martinus Pasaribu menilai, biofuel sebagai alternatif solusi kendaraan internal combustion engine yang menjanjikan peningkatan efisiensi mesin. Etanol punya angka oktan tinggi dari bensin, sehingga daya yang dikeluarkan lebih besar. Di sisi lain emisi gas buangnya lebih bersih.

"Bioetanol solusi berkelanjutan yang ramah lingkungan untuk kendaraan konvensional dan hybrid dalam beberapa dekade ke depan di Indonesia. EBT ini juga berpotensi memperpanjang lifetime produktivitas industri komponen ICE," tuturnya.


Penulis : Indra

Editor : Irwen