Kemenperin dan Stakeholder Cegah Peredaran Rokok Ilegal


Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama pemangku kepentingan terkait lainnya serius untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian peredaran rokok ilegal di dalam negeri.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo mengatakan maraknya peredaran rokok ilegal dapat mengancam keberlanjutan usaha industri rokok yang legal.

“Selain itu, adanya rokok ilegal juga bertentangan dengan prinsip pengembangan industri hasil tembakau (IHT), yaitu mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatifnya,” katanya di Jakarta, Kamis (28/4).

Menurut Edy, regulasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi peredaran rokok ilegal diantaranya melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 72 Tahun 2008 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Penggunaan Mesin Pelinting Sigaret (rokok).

Dalam regulasi tersebut, disebutkan perusahaan industri Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) dan perusahaan rekondisi wajib didaftarkan pada dinas provinsi serta memiliki sertifikasi registrasi dan dilakukan pengawasan secara berkala oleh pemerintah daerah.

“Jadi, dalam upaya mencegah kegiatan produksi sigaret (rokok) ilegal yang dapat membahayakan masyarakat perlu dilakukan pembinaan melalui pendaftaran mesin pelinting sigaret (rokok) dan pengawasan terhadap penggunaannya,” terangnya.

Regulasi berikutnya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). KIHT ini dibentuk oleh Ditjen Bea Cukai sebagai upaya preventif, yang diperuntukan bagi IHT skala kecil dan menengah.

Sementara itu, upaya represif dilakukan penegakan hukum melalui Program Gempur Bea dan Cukai.

“Kebijakan lainnya adalah dialokasikannya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), yang merupakan kebijakan bantalan untuk membantu mengatasi dampak negatif, antara lain untuk penanganan masalah kesehatan, untuk menekan peredaran rokok ilegal, dan lain-lain,” ujarnya.

DBHCHT tersebut ditetapkan melalui PMK dengan besaran 2% dari perolehan cukai. Penggunaan DBHCHT, porsi 50% untuk kesejahteraan masyarakat dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi di daerah.

Kemudian, sebesar 40% untuk kesehatan dalam rangka mendukung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sisanya, 10% untuk penegakan hukum dalam rangka menurunkan tingkat peredaran barang kena cukai (BKC) illegal.

Edy berharap upaya pencegahan dan pengendalian peredaran rokok ilegal di dalam negeri, kinerja sektor IHT di tanah air dapat terjaga baik. Sebab, sektor IHT berperan strategis dalam menopang perekonomian nasional karena sebagai penyumbang devisa negara dan penyerap tenaga kerja yang cukup signfikan.

“Sektor IHT merupakan penyumbang penerimaan negara terbesar melalui cukai hasil tembakau, PPN dan PPh,” ungkapnya.

Tercatat pada tahun 2021, pendapatan cukai hasil tembakau mencapai Rp188 triliun. Selain itu, Indonesia adalah negara eksportir terbesar ke-6 di dunia untuk produk IHT dengan nilai ekspor sebesar US$855 juta pada tahun lalu.

“Sektor IHT ini mempunyai keterkaitan yang cukup erat dari sektor hulu ke hilir, dan berdampak luas secara sosial dan ekonomi yang melibatkan 2 jutaan petani tembakau dan cengkeh, serta 600 ribu buruh pabrik rokok, hingga melibatkan 2 juta pelaku usaha dan tenaga kerja di sektor distribusi dan retail,” urainya.

Ketua Gabungan Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menambahkan isu penurunan prevalensi perokok anak merupakan tanggung jawab semua pihak.

“Gaprindo berpendapat upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan kegiatan sosialisasi, edukasi, penegakan hukum, dan koordinasi dalam implementasinya di lapangan,” tuturnya.

Hal tersebut sejalan dengan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012, yang menyebutkan bahwa Pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab untuk mengedukasi dan mensosialisasikan bahaya rokok, termasuk pencegahan perokok anak.

“Upaya kami dalam rangka mencegah perokok anak sudah dimulai dari tahun 1999, antara lain melakukan edukasi kepada anak, orang tua, dan guru melalui kegiatan seminar, kunjungan ke sekolah-sekolah di lima kota besar, kampanye di jalan, berkolaborasi dengan influencer di media sosial, serta melalui website www.cegahperokokanak.id,” jelasnya.

Selain itu, Gaprindo juga melakukan sosialisasi ke peritel tradisional dan modern.

“Upaya pencegahan perokok anak ini baru akan menunjukkan hasil yang signifikan bila didukung oleh semua pemangku kepentingan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat luas sehingga menjadi sebuah Gerakan Nasional,” tegasnya.


Penulis : Indra

Editor : Irwen