Penyusunan Ranperda KTR, Harus Libatkan Stakeholder


 

KTR
 

Jakarta - Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) harus mengedepankan unsur independensi, partisipatif, keterbukaan dan keberimbangan.

“Untuk mewujudkan perda yang berkualitas khususnya di DKI Jakarta, harus melibatkan pihak-pihak yang ahli di bidangnya. Unsur partisipasi publik hingga respon masyarakat harus ditinjau,” kata Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, Rabu (27/7).

Sedangkan Ketua Fraksi PDI-Perjuangan Gembong Warsono mengungkapkan, pembentukan dan materi muatan Ranperda KTR DKI Jakarta wajib berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini, haruslah sesuai dengan prinsip aturan yang tertuang di atasnya.

"Secara proses, penyusunan Ranperda KTR DKI Jakarta harus disusun secara matang. Naskah akademiknya belum masuk ke DPRD DKI Jakarta dan secara rasional tahapannya panjang,” paparnya.

Lebih lanjut, banyaknya peraturan yang telah dimiliki DKI Jakarta, mempengaruhi ketaatan masyarakat.

“Sebagai perwakilan rakyat, kami perlu mendapatkan masukan dari semua pihak mulai dari aktivitas, hak dan kewajiban konsumen. Tujuan utamanya adalah melahirkan perda yang berkualitas,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi dan Pendidikan Konsumen, Pakta Konsumen, Ary Fatanen menilai, konsumen dibebani banyak kewajiban mulai dari kewajiban cukai hasil tembakau hingga aturan terkait aktivitas sampai proses dan akses mendapatkan produk.

“Konsumen minimal berhak mendapatkan draft informasi yang poin-poin utama dalam Ranperda KTR ini. Untuk diketahui, pajak rokok menyumbang Rp339,63 miliar terhadap PAD DKI Jakarta di semester I tahun ini, lebih besar dari pajak parkir sebesar Rp191,68 miliar,” tuturnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hanato Wibisono menambahkan, DKI Jakarta sudah punya berbagai peraturan terkait larangan produk tembakau, penjualan produk tembakau, pajak rokok sampai yang terbaru adalah Sergub DKI No 8 Tahun 2021.

“Regulasi mengenai peraturan terkait larangan produk tembakau, penjualan produk tembakau di Jakarta perlu dilakukan evaluasi,” tegasnya.


Penulis : Indra

Editor : Irwen