Penurunan BM Bahan Baku Plastik, Ancam Industri Petrokimia


Petrokimia
 

 

Jakarta - Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) melaksanakan perundingan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Emirat Arab atau Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA).

Dalam perundingan tersebut, UEA mengajukan opsi penurunan tarif bea masuk (BM), bahkan bisa 0% untuk bahan baku plastik dengan kode HS 39.

Dosen Fakults Tehnik UI Mochamad Chalid mengatakan, efek buruk dari klausul ini, Indonesia akan kebanjiran bahan baku plastik dari UEA dan berimbas terhadap ekonomi nasional. Industri petrokimia merupakan industri strategis dan padat modal, serta banyak sekali industri hilirnya.

“Sebaiknya pemerintah bisa menegosiasikan klausul ini, sudah bisa dipastikan industri petrokimia kita akan sulit bersaing dengan negara lain dan akan merusak kepercayaan investor yang sudah menanamkan investasinya cukup besar di tanah air,” katanya, Kamis (4/7).

Menurut dia, potensi plastik di indonesia sangat besar, untuk itu pemerintah wajib melindungi industri petrokimia lokal.

“Plastik digunakan industri dan pengemasan primer, sekunder, dan tersier. Konsumsi plastik per kapita Indonesia terbilang rendah dibandingkan negara lain, hanya 22,5% dan negara lain seperti Korea konsumsi plastiknya 143% per kapita, Jerman 97,2%, Eropa barat 88%. Bila dibandingkan dengan negara di Asia tenggara Indonesia masih rendah, Thailand 69% per kapita dan Vietnam 43,3%,” paparnya.

Lebih lanjut, industri petrokimia merupakan industri strategis di tingkat hulu yang menjadi modal dasar dan prasyarat utama untuk mengembangkan industri di tingkat hilir seperti plastik, serat kain, tekstil, kemasan, elektronika, otomotif, obat-obatan dan industri-industri penting lainnya. Berhasil tidaknya pembangunan industri nasional salah satunya sangat dipengaruhi oleh industri petrokimia.


Penulis : Indra

Editor : Irwen