Koalisi Asia Pasifik Digital Prosperity for Asia puji dukungan pemerintah Indonesia terhadap Moratorium E-commerce WTO
Jakarta, Indonesia (ANTARA/PRNewswire)- Menyusul kesepakatan World Trade Organization (WTO) untuk memperbarui Moratorium WTO mengenai Bea Cukai Transmisi Elektronik (Moratorium) hingga 2026 pada Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-13 (MC13) di Abu Dhabi pada bulan Maret lalu, koalisi Digital Prosperity for Asia (DPA), Asosiasi Industri Animasi Indonesia (AINAKI), Asosiasi Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI), dan Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC) mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk menyampaikan apresiasi atas dukungan pemerintah Indonesia terhadap perpanjangan Moratorium.
Moratorium ini menyatakan bahwa negara anggota WTO tidak boleh mengenakan bea masuk pada transmisi elektronik. Anggota WTO menyetujui dan mengadopsi Moratorium tersebut secara berkala sejak tahun 1998. Dengan pembaruan ini, Moratorium ini akan tetap berlaku hingga Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-14 pada Maret 2026.
Mewakili usaha kecil-menengah digital di wilayah Asia Pasifik, DPA mengirimkan surat tersebut atas nama anggotanya di Indonesia dan berbagai kelompok perwakilan industri yang mendukung perpanjangan Moratorium ini. Sebelumnya, DPA telah mengirimkan surat kepada kementerian-kementerian terkait yang mengadvokasi dukungan pemerintah Indonesia terhadap perpanjangan Moratorium.
Dalam kedua surat tersebut, DPA menekankan pentingnya ekosistem regulasi yang memudahkan aksesibilitas ke layanan digital bagi lebih dari dua puluh juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia di semua sektor industri. DPA percaya bahwa dukungan pemerintah Indonesia telah dan akan terus menjadi katalis untuk mewujudkan ekonomi digital yang inklusif dan kuat di Indonesia.
Jika Moratorium berhenti berlaku, UMKM Indonesia akan menghadapi peningkatan biaya bisnis dan administrasi yang dapat menghambat pertumbuhan jangka panjang mereka, seperti potensi pembatasan tertentu, persyaratan perizinan untuk ekspor digital atau bea cukai, atau formalitas untuk impor digital, yang memperparah margin bisnis UMKM yang sudah sempit serta berdampak pada pertumbuhan dalam jangka panjang.
Moratorium ini memungkinkan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengakses teknologi yang dapat meluncurkan mereka ke kancah global. Banyak bisnis lokal yang menjadi kunci untuk perkembangan ekonomi Indonesia memerlukan dukungan berkelanjutan dari teknologi impor dalam operasionalnya, seperti industri utama ekspor nasional termasuk minyak bumi dan batu bara yang mengandalkan teknologi cloud untuk efisiensi, akurasi, dan keamanan operasional. Platform layanan online di Indonesia, termasuk dua decacorn dan beberapa startup teknologi unicorn, juga bergantung pada cross-border data flow untuk mengembangkan dan mengekspor produk dan layanan mereka ke luar negeri.
Menurut hasil riset OECD pada tahun 2019, hambatan perdagangan digital melalui pembatasan kepabeanan terhadap produk digital dan aliran data berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh melalui bea masuk. Dengan mengenakan tarif, Indonesia akan kehilangan 160 kali lipat dari PDB yang dapat dikumpulkan, sementara kerugian negara dari pajak diperkirakan 23 kali lebih besar dibandingkan pendapatan tarif.
Tentang DPA
DPA adalah asosiasi industri beranggotakan perusahaan-perusahaan digital skala kecil, menengah, dan start-up di wilayah Asia Pasifik yang berinovasi untuk mendukung perluasan akses teknologi digital di semua sektor. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi digitalprosperity.asia.
Penulis : Adityawarman