Kemenperin Pacu Kinerja Industri TPT Nasional


Pabrik Tekstil
 

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan perhatian penuh terhadap industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang saat ini terkontraksi dan mengalami penurunan ekspor.

Kondisi ini tidak lepas dari situasi ekonomi dunia, yang pertumbuhannya diprediksi International Monetary Fund (IMF) melambat menjadi 2,9% pada 2023. Bank Indonesia juga memprediksi perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat tahun 2023 sebesar 0,9% jika dibandingkan tahun sebelumnya.

“Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil dan populasi penduduk yang besar. Hal ini menjadikan kita sebagai tujuan pasar yang potensial bagi produk TPT asal Tiongkok,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta pada akhir pekan.

Situasi ini memberikan ancaman bagi industri TPT dalam negeri, sehingga Pemerintah perlu segera mengambil kebijakan pengamanan pasar dalam negeri untuk meminimalisasi dampak dari menurunnya permintaan dan potensi dumping dari Tiongkok.

“Kami memperoleh laporan bahwa industri serat mulai mengurangi produksinya. Hal ini terjadi karena impor serat dan filamen sintetis, serta kain yang mulai membanjiri pasar dalam negeri,” paparnya.

Terpengaruhnya kinerja industri TPT juga menyebabkan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan. Hingga saat ini, telah terjadi pengurangan tenaga kerja berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri TPT hingga mencapai 70.000 orang.

Untuk itu, Kemenperin akan mengambil kebijakan mitigasi berupa kebijakan jangka pendek dengan meningkatkan pengawasan pasar TPT dalam negeri dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, serta kebijakan jangka panjang dengan menjaga pasar TPT dalam negeri, meningkatkan kinerja industri TPT, dan melakukan konektivitas industri TPT dari hulu, antara, hingga ke hilirnya. Kebijakan pengamanan pasar dalam negeri yang telah diterapkan berupa penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk benang, kain, tirai, dan karpet serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk polyester staple fiber (PSF).

Selain itu, Kemenperin mengusulkan perubahan kebijakan pelarangan terbatas (lartas) melalui Surat Nomor B/312/M-IND/IND/XII/2022 tanggal 28 Desember 2022 dan Surat Nomor B/210/IKFT/IND/IV/2023. Dalam surat tersebut, Kemenperin mengusulkan perubahan lartas, menarik pengawasan dari post border ke border untuk produk pakaian jadi dan aksesoris pakaian serta barang jadi tekstil, serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 jo Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor khususnya untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya (HS 6309.00.00).

Kemudian, meningkatkan pengawasan terhadap barang beredar berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penetapan Barang yang Wajib Menggunakan atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia, dan mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi industri TPT dalam negeri.

Hal lain yang akan dilakukan adalah segera menyusun Standar Bidang Industri, meliputi perumusan Spesifikasi Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC).

Kemenperin juga mengevaluasi keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang berjumlah 106 PLB, tersebar di 159 lokasi. Evaluasi terhadap PLB ini perlu dilakukan karena disinyalir ada penyimpangan pengeluaran barang asal impor dari PLB yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 28/PMK.04/2018 j.o. PMK Nomor 272/PMK.04/2015 Tentang Pusat Logistik Berikat. Hal ini terlihat dari banyaknya pakaian jadi asal impor di e-commerce dengan harga yang jauh lebih murah dan sampai di konsumen dengan cepat.

Langkah selanjutnya adalah menindaklanjuti Usulan Insentif Keringanan Pembayaran Listrik untuk Industri yang disampaikan melalui surat oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) berupa relaksasi pembayaran tagihan listrik, penetapan besaran denda keterlambatan pembayaran dengan rate wajar, penetapan satu tarif listrik (tarif luar waktu beban puncak bagi industri yang beroperasi 24 jam), pemberian keringanan tarif listrik, dan pelonggaran penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Kemenperin juga telah mengambil kebijakan melalui program peningkatan ekspor, pengendalian impor, serta peningkatan daya saing industri. Program peningkatan Ekspor dijalankan dengan mendorong kerja sama Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Selanjutnya, memperkuat promosi guna mencari pasar. Sedangkan pengendalian impor ditempuh melalui harmonisasi tarif, penerapan trade barrier BMTP dan BMAD, pelaksanaan pemberian alokasi Persetujuan Impor (PI) dan Verifikasi Kemampuan Industri (VKI) dalam rangka Neraca Komoditas, dan pengembangan Indonesia Smart Textile Industry Hub (ISTIH).


Penulis : Indra

Editor : Irwen