Surplus Neraca Dagang Perkuat Ekonomi dan Kepercayaan Investor Asing


Jakarta - Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, surplus neraca perdagangan Indonesia dapat mendongkrak perekonomian dan kepercayaan investor asing.

“Trade surplus ini sudah kita alami sejak 17 bulan terakhir secara berturut-turut, yang sekaligus menjadi rekor terpanjang sejak 2011,” kata Budi melalui siaran pers, Senin (25/10).

Ia melanjutnya, melonjaknya surplus neraca dagang yang dilandasi kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia merupakan anugerah yang tidak boleh disia-siakan, baik pemerintah ataupun pelaku usaha yang berkaitan dengan ekspor komoditas. 

“Ini adalah momentum yang sangat baik untuk memacu re-industrialisasi terutama di sektor pertambangan untuk memperkuat daya saing negara, keuangan pemerintah dan memacu kesempatan kerja,” tambahnya.

Capaian surplus neraca dagang ini menjadi katalis positif bagi penguatan mata uang rupiah ditengah tren penguatan indeks dolar AS. Peningkatan penerimaan pemerintah sejalan kenaikan harga komoditas melandasi sentimen positif bagi Surat Berharga Negara (SBN). 

Supply risk SBN diharapkan menurun sehingga memungkinkan yield SBN tetap menarik ditengah risiko tren yield obligasi berbagai negara yang cenderung naik. Membaiknya IDR currency risk dan SBN supply risk melandasi optimisme capital inflow dana asing kembali menuju pasar modal Indonesia. 

“Selama Januari hingga September 2021, dana asing masuk di pasar regular Bursa Saham Indonesia telah mencapai Rp40 triliun, dan sepekan terakhir dibukukan sebesar Rp4 triliun. Hal ini menandakan tingkat kepercayaan investor global terhadap perekonomian Indonesia cukup tinggi,” tegasnya.

Tingkat kepercayaan investor asing kepada bursa saham nasional menunjukkan membaiknya surplus neraca dagang yang didorong oleh tingginya harga komoditas unggulan dipercaya akan meningkatkan kinerja keuangan banyak perusahaan yang memiliki fokus di perdagangan komoditas. Mengingat eksposur komoditas unggulan seperti CPO, batubara, dan nikel cukup besar pada kinerja ekspor nasional.

“Kita harus belajar untuk mengindari kekeliruan setelah super-cycle commodity booming 2000-2012 ketika penguatan daya beli masyarakat yang ditopang kenaikan harga komoditas ekspor ternyata berakhir dengan memburuknya defisit neraca berjalan. Sebab bersamaan dengan tren eksternal penguatan dollar, memburuknya defisit neraca berjaln adalah faktor eksternal yang memicu memperlemah rupiah yang menakutkan investor asing dan memaksa Indonesia terus berutang,” urainya.


Editor : Widya