Investor Disarankan Rasional Saat Membeli Saham
Jakarta - Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyarankan kepada investor dan calon investor untuk bersikap rasional dan tidak ikut-ikutan saat memutuskan untuk membeli saham tertentu di pasar modal.
"Investor harus lebih rasional. Artinya membeli sesuatu itu lihat barangnya, fundamentalnya apa, prospeknya seperti apa ke depan, sehingga tidak terjebak nanti," ujar Hans di Jakarta, Jumat (13/8).
Menurut Hans, investor saham harus mau belajar agar benar-benar memahami seluk beluk tentang investasi saham itu sendiri dan juga mempelajari emiten atau perusahaan tercatat, baik kinerjanya maupun prospek di masa yang akan datang.
Proses pembelajaran itu salah satunya dapat diperoleh melalui Sekolah Pasar Modal (SPM) yang biasanya digelar oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan perusahaan sekuritas dan Manajer Investasi (MI).
Setelah memiliki bekal pengetahuan yang cukup, investor diharapkan dapat melakukan analisa dan lebih bijak dalam berinvestasi saham sesuai dengan tujuannya, tidak hanya sekedar mengikuti rekomendasi saham dari pihak-pihak tertentu.
"Kalau saya lihat investor Indonesia itu lebih ke faktor psikologis. Kalau orang lagi bingung kan dia searching for leader, cari pemimpin. Nah pemimpinnya ini kan orang-orang yang punya nama. Ada pemimpin mereka ini pompomers saham, mengambil keuntungan di sana. Inilah yang jadi masalah, bilang bagus bagus bagus terus pada beli. Jadi ini juga PR bahwa kita harus trust dengan apa yang kita analisa daripada mendengarkan kata orang lain," kata Hans.
Saham yang lagi ramai diperbincangkan saat ini yaitu saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang begitu banyak diminati oleh para investor di mana pada saat penawaran umum perdana saham atau IPO mengalami kelebihan permintaan hingga 8,7 kali lipat dengan pemesanan lebih dari 100.000 investor.
Bukalapak melepas 25,76 miliar lembar saham ke publik dengan harga penawaran sebesar Rp850 setiap saham. Dana yang berhasil dihimpun dari IPO mencapai sekitar Rp 21,9 triliun.
Saat pencatatan saham perdana di bursa pada 6 Agustus 2021 lalu, saham BUKA naik 210 poin atau 24,71 persen atau terkena batas Auto Rejection Atas (ARA) menjadi Rp1.060 per saham. Pada Senin (9/8) saham BUKA kembali terkena ARA di level Rp.1.325 per saham.
Setelah itu, saham BUKA terkoreksi dalam beberapa hari terakhir hingga menyentuh level Rp910 per saham seiring dengan aksi jual asing yang mencapai Rp1,94 triliun.
Sejumlah investor ritel yang mayoritas merupakan kaum milenial dan Gen-Z yang berusia 20-39 tahun pun tampak panik dan merasa dirugikan, bahkan melontarkan protes di kolom ulasan aplikasi Bukalapak di Playstore.
"Kalau saya lihat tampaknya banyak nih yang jatuh jadi korban dan kita khawatir mungkin sahamnya tidak akan naik dulu dalam waktu dekat. Bahkan kalau saya hitung bisa saja harganya kembali ke harga IPO dan mungkin kalau orang mentoleransi kerugian 20-30 persen, bisa saja harga sahamnya balik ke Rp600-Rp700," ujar Hans.
Berdasarkan laporan keuangan per Desember 2020, Bukalapak tercatat masih mengalami kerugian Rp1,35 triliun, membaik 51,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp2,79 triliun.
Kerugian tersebut seiring dengan masih tingginya beban penjualan dan pemasaran yang mencapai Rp1,51 triliun dan juga beban umum dan administrasi Rp1,49 triliun. Sementara pendapatan Bukalapak pada 2020 mencapai Rp1,35 triliun, naik 25,56 persen dibandingkan 2019 Rp1,07 triliun.
Sementara itu, total aset konsolidasian perseroan pada per akhir Desember 2020 mencapai Rp2,59 triliun, naik 26,29 persen dari tahun sebelumnya Rp2,05 triliun. Kenaikan total aset konsolidasian perseroan terutama disebabkan oleh kenaikan kas dan setara kas konsolidasian sebesar 67,93 persen atau senilai Rp600 miliar, serta kenaikan aset pajak tangguhan konsolidasian senilai Rp477,79 miliar.
Pada penutupan sesi pertama perdagangan saham di BEI akhir pekan ini, saham BUKA terpantau kembali naik dan berada di posisi Rp995 per saham dengan frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 89.374 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 2,44 miliar lembar saham senilai Rp2,38 triliun. (ANT)
Editor : Irwen