Jelang Rights Issue, Laba BTN Oktober Meningkat 44%


Jakarta - Menjelang rights issue PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatatkan pertumbuhan kinerja positif dengan meraih laba bersih mencapai Rp2,49 triliun pada akhir Oktober 2022 atau meningkat 44,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp1,72 triliun.
 
Dikutip dari laporan keuangan bulanan perseroan Selasa (29/11), pencapaian ini ditopang oleh pertumbuhan pendapatan. Pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) perseroan naik 29,81% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp12,66 triliun.
 
Hal ini didukung oleh penurunan beban bunga sebesar 22,14% yoy menjadi Rp8,39 triliun, dibandingkan setahun sebelumnya Rp10,78 triliun.

Adapun pada periode yang sama DPK BTN meningkat 1,92% yoy menjadi Rp314,65 triliun yang mencerminkan adanya perbaikan struktur DPK sehingga biaya dana bisa ditekan.
 
Sementara itu pendapatan bunga tumbuh 2,54% yoy menjadi Rp21,05 triliun. Kenaikan pendapatan bunga ditopang peningkatan kredit dan pembiayaan syariah 8,04% yoy menjadi Rp293,66 triliun.
 
Secara keseluruhan, perseroan juga mencatatkan total aset sebesar Rp391,58 triliun per Oktober 2022 atau meningkat 1,35% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
 
Perseroan saat ini sedang memproses Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau right issue dengan jadwal selesai pada Desember 2022 mendatang. Target dana untuk rights issue sebesar Rp4,13 triliun, termasuk Rp2,48 triliun penyertaan modal negara (PMN).
 
Analis MNC Sekuritas Tirta Gilang Widi Citradi menilai rights issue BTN menarik karena di dukung fundametal perusahaan yang semakin membaik. Perbaikan yang jelas terlihat pada perbaikan biaya dana. “BTN punya kinerja yang solid sebagai salah satu bekal untuk mensukseskan right issue," terang Tirta dalam riset MNC Sekuritas yang dirilis Selasa (29/11).
 
Kombinasi penguatan struktur dana murah atau CASA yang dilakukan oleh BTN dan alokasi aset dengan imbal hasil yang menarik serta manajemen risiko yang prudent akan menjadi pendorong peningkatan NIM perseroan.
 
Selain kinerja yang solid serta strategi bisnis yang menitikberatkan pada pengembalian yang disesuaikan dengan risiko (risk adjusted return) yang baik, Tirta juga menilai yang tidak kalah penting dari aksi korporasi ini adalah dana right issue akan memperkuat permodalan perseroan.
 
“Setelah right issue dilakukan, maka tier-1 capital BTN bisa mencapai lebih dari 15% dan CAR BTN bisa mencapai 20,6%. Ini akan membawa perseroan dari sisi permodalan bisa setara dengan bank-bank KBMI IV” ungkap Tirta.
 
Tirta mematok target harga saham untuk emiten Bursa Efek Indonesia berkode BBTN ini di posisi 2.300 per saham.
 
Sementara itu Analis Bahana Sekuritas Yusuf Ade Winoto dan Nathania Giovanna rekomendasi beli untuk saham BBTN dengan target harga 12 bulan pada Rp1.950 per saham. Target harga dari Bahana tersebut setara 0,75x nilai buku (price to book value) atau di bawah 1x nilai buku.
 
Menurut Yusuf dan Nathania permintaan KPR BTN akan tetap kuat didorong oleh fokus pemerintah dalam penyaluran subsidi perumahan. Ini kemudian akan tetap menjaga tingkat pertumbuhan pendapatan perusahaan.
 
"BTN menjadi penerima manfaat utama dari pertumbuhan anggaran perumahan subsidi karena porsi KPR subsidi mencapai 48% dari total KPR BBTN," tulisnya dalam risetnya pekan lalu.

Selain itu, BTN juga bisa mengamankan porsi terbesar dari KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) karena memiliki hubungan yang kuat dengan pengembang, khususnya pengembang perumahan murah. Faktor lainnya adalah pengalaman panjang di bisnis KPR, proses bisnis yang mapan dan mencapai skala ekonomi yang tinggi serta nasabah yang besar dan setia.
 
Riset Bahana juga menyatakan, BTN juga diuntungkan oleh tren yang kuat dari permintaan KPR.  Ini tercermin dari rasio KPR terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat secara bertahap, dari 2,5% pada 2011 menjadi 3,5% pada 2021.

Di industri perbankan KPR juga terus meningkat secara konsisten dengan CAGR 11,6% pada periode 2011-2021.  Selain itu, BTN berhasil mendongkrak pangsa pasar di industri KPR dari 24,6% di tahun 2011 menjadi 37,4% di tahun 2021.


Penulis : Irwen