Asumsi Pertumbuhan Ekonomi 5-5,5 Persen Dinilai Lebih Realistis


Jakarta - Asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam RAPBN 2022 di kisaran 5-5,5% dinilai lebih realistis dibandingkan proyeksi pemerintah sebelumnya.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan dengan kondisi pemulihan ekonomi akan sedikit terhambat akibat varian Delta COVID-19, asumsi ini cenderung lebih realistis dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 5,2-5,8% di KEM PPKF 2022.

"Asumsi ini juga berkorelasi dengan prediksi bahwa aktivitas ekonomi akan kembali meningkat sejalan dengan pelonggaran aturan pembatasan mobilitas dan percepatan program vaksinasi," katanya dilansir dari Antara di Jakarta, Senin.

Ditambahkan, masih terdapat risiko ke bawah atau downside risk dari asumsi pertumbuhan ekonomi apabila ketidakpastian pandemi COVID-19 masih tinggi pada 2022 misalnya dengan varian baru virus COVID-19 yang bermutasi sementara sistem kesehatan masyarakat belum cukup optimal untuk menekan kasus COVID-19 dan program vaksinasi masih terbatas di Pulau Jawa-Bali saja mengingat pendistribusian vaksin di luar Jawa-Bali cenderung masih terbatas.

Dari sisi inflasi, Josua menambahkan prediksi pemerintah terkait dengan inflasi yang mencapai 3 persen pada 2022, sejalan dengan tekanan dari peningkatan permintaan konsumen, yang meningkat akibat pemulihan daya beli masyarakat.

"Selain itu inflasi juga akan dipengaruhi oleh kebijakan harga diatur pemerintah misalnya normalisasi diskon listrik dan dampak pemberlakuan barang dan jasa premium apabila RUU KUP disahkan tahun ini dan diimplementasikan tahun depan," terangnya.

Di sisi lain lanjutnya, pemerintah cenderung mewaspadai adanya tekanan dari pasar keuangan global, sehingga pemerintah memproyeksikan bahwa imbal hasil  Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,82%, sementara nilai tukar rupiah stabil di level Rp14.350/dolar AS.

"Tekanan dari pasar global disebabkan oleh bank sentral negara maju yang mulai mengetatkan likuiditasnya melalui tapering kebijakan quantitative easing, sehingga berdampak pada pasar keuangan Indonesia, dan meredam dampak positif dari pemulihan ekonomi domestik," terangnya.

Sedangkan asumsi pemerintah terkait harga minyak diperkirakan berdasarkan asumsi bahwa normalisasi harga minyak mulai terjadi pada 2022 setelah mencapai puncaknya di tahun ini.

Sementara dari sisi postur RAPBN 2022, penurunan defisit dari pemerintah hingga 4,85 persen dari PDB menunjukkan komitmen pemerintah dalam melakukan konsolidasi fiskal untuk mencapai defisit di bawah 3 persen pada 2023.

Bila dibandingkan dengan outlook terbaru dari APBN tahun 2021, pertumbuhan penerimaan pajak 2022 mencapai 10,5 persen, meningkat bila dibandingkan dengan outlook pertumbuhan pajak 2021 sebesar 7,06 persen.

"Meskipun demikian, sejalan dengan risiko dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang masing tinggi sehingga berimplikasi pada pertumbuhan penerimaan pajak yang lebih rendah atau dengan perkataan lain berpotensi mendorong shortfall pajak," ungkapnya.

Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan belanja pemerintah pada 2022 diperkirakan 0,6 persen dari outlook APBN 2021, lebih rendah dari outlook pertumbuhan belanja negara pada 2021 yang diperkirakan 3,9 persen dari realisasi APBN tahun 2020.

Penurunan laju pertumbuhan belanja pemerintah dinilai menjadi salah satu bagian dari upaya konsolidasi fiskal pemerintah.

Seiring dengan pemulihan ekonomi ke depannya, diperkirakan pertumbuhan penerimaan pajak akan semakin meningkat sehingga mendorong penurunan defisit fiskal. Namun demikian, Josua memproyeksikan bahwa defisit fiskal belum akan kembali di bawah 3 persen pada 2023, dikarenakan oleh proyeksi beban anggaran pembayaran bunga yang masih tinggi, sehingga belum dapat di-offset secara signfikan oleh penerimaan pajak.

"Lebih lanjut, potensi pelebaran defisit fiskal dapat terjadi jika mempertimbangkan risiko ketidakpastian pandemi dan ekonomi global berpotensi mendorong belum optimalnya penerimaan pajak. Sementara di sisi yang lain, belanja juga relatif tetap tinggi dalam rangka mendorong pengendalian pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional," tegas Josua. (ANT)


Penulis : Irwen