IMQ, Jakarta —
Indonesian Olefin & Plastic Industry Association (Inaplas) menilai, penurunan harga minyak mentah ke level terendah sejak 2009 menjadi US$41,97 per barel membuat harga bahan baku industri petrokimia semakin menurun.
“Harga bahan baku seperti nafta turun menjadi US$500 per ton dari US$900 per ton, etilena dan propilena menjadi US$900 dari US$1.200 per ton. Selain itu, harga bahan baku plastik yakni polietilena dan polipropilena turun tipis menjadi US$1.250 dari rata-rata US$1.300, penurunan harga ini tidak terasa akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang begitu dalam,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Inaplas, Fajar Budiyono di Jakarta, Rabu (19/8).
Penurunan harga nafta yang merupakan produk hilir dari minyak mentah, menurut Fajar, akibat permintaan pasar global yang tidak terlalu tinggi. Sementara penurunan harga etilena dan propilena sebesar US$300 per ton akibat permintaan pasar yang tinggi.
“Melihat kondisi ini, pengusaha berharap pemerintah dapat mempercepat realisasi belanja pada semester II demi meningkatkan daya beli masyarakat. Karena, konsumen terbesar industri plastik sekitar 60% adalah sektor industri makanan dan minuman,” paparnya.
Sedangkan Wakil Ketua Umum Inaplas, Budi Susanto Sadiman menambahkan, penurunan harga bahan baku industri petrokimia dan plastik akan berdampak pada penurunan ongkos produksi dua pekan setelah harga rendah yang berlaku.
“Fluktuasi harga bahan baku industri petrokimia dan plastik lumrah terjadi seiring dengan pergerakan harga minyak mentah dunia. Kendati harga bahan baku turun, kinerja industri plastik pada semester I tahun ini minus 10% dibandingkan dengan tahun lalu,” tutur Budi.
